Rabu, 19 Agustus 2015

Dad, The Best Man I've Ever Had

gambar


Sudah sangat lama sekali saya mengabaikan blog ini. Entah kenapa, minat saya dalam menulis sekarang menjadi sedikit berkurang. Malam ini ceritanya saya agak sedikit melankolis setelah melihat display picture pada salah satu aplikasi chat messenger saya. Yes ! display picture tersebut tentunya berkaitan dengan isi New Blogpost saya edisi kali ini.

Air mata saya mengalir tiba-tiba saat mengingat kembali kata-kata ayah saya waktu saya baru saja masuk ke Sekolah Menengah Atas. Tahun itu adalah tahun terakhir, saya menghabiskan waktu bersama ayah saya.

       "cie.....yang udah gadis. cieee.....  yang udah pake baju SMA"
saat itu, saya selalu digoda oleh ayah saya gara-gara baru saja menyelesaikan Masa Orientasi Siswa di salah satu SMA di Kota saya. Saya ingat betapa kesalnya saya saat digoda ayah waktu itu. Tapi siapa sangka bahwa tahun itu akan menjadi tahun kelam bagi keluarga saya, karena belum genap saya menghabiskan satu semester di sekolah saya. Ayah saya telah pergi ke pangkuan Sang Pencipta.


Ayah, satu kata yang selalu terngiang di seluruh telinga anak-anak di seluruh dunia. Sesosok pria yang teramat tampan yang mampu menjadi cinta pertama bagi setiap anak perempuannya. Bagaimana tidak, pria tersebut mampu melakukan apa saja demi kebutuhan anak-anaknya, mampu berkorban apa saja untuk kepentingan sang buah hati. Berbeda dengan para pria yang ada di sekeliling wanita saat ini yang mengharapkan sistem Take and Give dalam melakukan setiap pekerjaan. Pria ini (baca: ayah) setiap detiknya hanya menerapkan sistem give, give and give untuk anak-anaknya.

Bicara mengenai sosok seorang ayah, saya sendiri memiliki beberapa kenangan menarik yang berkaitan dengan ayah saya. Kenangan yang tidak pernah akan saya lupakan dalam hidup saya, kenangan yang menurut saya merupakan kenangan yang paling indah (setiap anak pasti memiliki moment terindah dengan sang ayah, right?).

Semasa hidupnya ayah saya dikenal sebagai sosok yang sangat ramah di mata orang-orang. di mata kami para anak-anaknya ayah saya adalah pria yang amat sempurna dalam kehidupan ini. di mata keluarga, Ayah saya adalah sosok yang amat tegas dan keras. Beliau tidak segan-segan untuk menghukum anaknya jika melakukan kesalahan bahkan di depan orang-orang. Setelah kepergiannya, sesuatu yang kosong sangat amat terasa dirumah kami. 

Saya belakangan ini sedang tergila-gila dengan Variety Show : The Return of Superman asal Negeri Ginseng, Korea Selatan yang memperlihatkan bagaimana sosok seorang ayah mengajari anak-anaknya untuk bersikap mandiri, bagaimana sang ayah bisa sangat tegas terhadap anak-anaknya meskipun sang anak masih balita. Saya, sampai berkeinginan memiliki suami seperti Dad Talent di acara tersebut, yang bisa berbaur dengan anak-anaknya, yang bisa terlihat sangat tegas, terkadang sangat lembut, bisa bercerita kepada anak-anaknya dan lain-lain. Sesaat saya melamun sendiri, "loh ngapain jauh-jauh menginginkan sosok pria seperti itu. kamu punya ayah kamu loh, yang bisa diajak sharing bahkan beliau bisa berdongeng"

Oh iya saya ingat! ayah saya juga bisa berdongeng loh. ga cuma sosok ayah kayak di televisi, tapi ini nyata. Saya ingat sekali, ayah saya suka berdongeng tentang kisah dongeng yang amat legenda, yaitu kisah Si Kancil. Dulu, waktu kami kecil, setiap pemadaman listrik terjadi. Kami anak-anak kecil, tidak hanya saya yang notabenenya adalah anak ayah saya, tetapi juga anak-anak kecil tetangga saya ikut berkumpul di teras rumah saya. Saya sering memaksa ayah saya untuk berdongeng, dan akhirnya diwujudkannya dengan menceritakan kisah Kancil, seluruh kisah Kancil telah saya dengar dari mulut ayah saya sendiri. Ekspresi mendongengnya selalu saya ingat, selalu berkarakter khas. Benar-benar merasa seperti lagi di theater pertunjukkan.
Kekaguman saya terhadap sosok Ayah saya sangat besar. Ayah saya adalah seseorang yang sangat pintar baik dalam ilmu pasti maupun ilmu yang lain. Beliau bisa memasak, beliau bisa menjawab semua pertanyaan yang diajukan oleh anaknya baik pertanyaan yang waras maupun yang tidak waras. Bagaimana tidak, ayah selalu bisa membantu kami baik di bidang pelajaran maupun di bidang hati (hati disini bukan hanya terbatas pada masalah cinta namun lebih ke pergaulan sosial di masyarakat). Ayah saya, tidak akan berhenti mengajari anak-anaknya suatu ilmu sampai anaknya mampu menguasai ilmu tersebut. Saya sangat ingat, saat saya duduk di bangku kelas 2 SD saya sangat kesulitan untuk menyelesaikan persoalan pembagian yang diberikan guru saya. lalu saya mengeluh kepada ayah saya mengenai hal tersebut, dan apa yang terjadi? dengan tegasnya Ayah saya mengambil sebuah buku dan pensil lalu mengajak saya duduk di depan meja ruang tengah, lalu memberikan saya soal-soal pembagian. Hal pertama yang beliau lakukan adalah mengajari saya dengan pelan, tapi tentu saja karena saya bukan seorang genius saya selalu gagal paham hehehe......

Saya pun menangis tersedu-sedu karena tidak dapat mengerjakan soal-soal yang ayah saya berikan, saya meminta pertolongan kepada Ibu saya agar saya bisa berhenti belajar. Namun apa yang terjadi, Ayah saya malah semakin keras dan tegas. Bukannya berhenti mengajari saya, beliau malah memarahi saya. Saya ingat sekali kata-kata beliau saat itu.

            "Kamu duduk disini dan kamu ga boleh berhenti, sampai kamu bisa memahami pembagian ini. Terserah mau sampai sore atau malam ! yang pasti kamu ga boleh beranjak dari sini" (dengan nada tinggi seperti orang yang sedang marah)

Saya yang ketakutan pun akhirnya terpaksa, mengerjakan soal-soal tersebut dengan air mata yang mengalir dengan deras dari kedua pelupuk mata saya. Tapi ajaib ! dalam satu hari yang panjang itu, saya sudah memahami sistem pembagian dalam matematika. dimulai dari angka yang paling kecil sampai angka yang besar. (ini entah mungkin saya-nya udah pinter kali ya hahahaha.....narsis dikit bolehlah yaa ^^ padahal tadinya ngaku bukan genius)

Sekarang saya berpikir, mungkin jika saat itu saya tidak diajari oleh ayah saya tentang mekanisme pembagian, sampai sekarang mungkin saya belum bisa paham. atau saya bisa paham tapi tidak di bangku kelas 2 SD. Gara-gara belajar pembagian, saya juga hafal perkalian 1-10 saat itu dalam sekejap. Hebat bukan? itulah sihir yang ayah saya miliki. 

Ayah saya selalu bisa memantau anak-anaknya. Ayah saya bisa tahu kemana saja anaknya hari ini pergi, seperti memiliki telepati untuk anak-anaknya. Dulu saya ingat, waktu kakak perempuan saya yang masih kuliah hari itu pulangnya malam. Dia langsung di interogasi oleh ayah saya, dari mana saja dan kemana saja dia seharian ini. Seingat saya, waktu itu kakak perempuan saya agak sedikit berbohong dan ketahuan kedoknya oleh ayah saya. Bahkan, beliau tahu kemana saja kakak perempuan saya. Beliau sebutkan satu persatu tempat yang didatangi oleh kakak perempuan saya dan semuanya benar. Aneh bukan? 
yah mungkin, beliau memang memiliki semacam indra keenam khusus untuk memantau anak-anaknya.

Seperti yang saya jelaskan sebelumnya, ayah saya juga sangat pintar memasak. Tidak ada makanan yang tidak bisa ayah saya masak. Semua bisa beliau masak, mulai dari lokal taste sampai dengan international taste dan rasanya benar-benar tidak usah ditanya karena sangat maknyuss kalau kata orang-orang di televisi (makanya lidah kami juga sudah terbiasa dengan makanan enak). Setahun setelah kepergian ayah saya, kami anak-anaknya sering komplain pada Ibu saya dan membandingkan masakan Ibu saya dengan masakan ayah saya. karna memang selama ini yang memasak dirumah adalah ayah saya, Ibu saya sudah seperti nyonya besar yang pulang kerumah tinggal duduk dan makan hehehehe..... saat itu pasti Ibu saya harus senantiasa menyabarkan hatinya karena terus-terusan dibandingkan dengan Ayah saya.

Tahun 2007, tahun yang kelam bagi keluarga saya. Tahun itu untuk pertama dan terakhir kalinya ayah saya masuk Rumah Sakit dan sampai diopname bahkan meninggalnya juga di Rumah Sakit. Ayah saya tidak menyukai hal-hal yang berbau rumah sakit, ayah saya tidak pernah masuk rumah sakit. Bahkan saat di rumah sakit ayah saya tidak pernah mau diinfus, beliau masih saja terlihat seperti tidak sakit dan baik-baik saja. Beliau bahkan bisa minta izin pada dokter yang menanganinya untuk pergi bekerja dan jalan-jalan keliling rumah sakit. Hanya pada saat-saat terakhirnya saja beliau mau diinfus dan diperlakukan layaknya seorang pasien.

Saya ingat sekali pada detik-detik terakhirnya, ayah saya sangat membenci seseorang yang masuk ruang rawat inapnya dengan mengenakan jas putih, bahkan dokter dan perawat pun harus memakai  jacket untuk menutupi jas atau baju putih mereka. Ayah menyebut seseorang yang memakai baju putih adalah seorang pencuri. Mungkin ayah mengibaratkan mereka yang mengenakan jas putih sebagai Malaikat yang akan mengajaknya pulang. Bahkan ayah saya sempat berpesan untuk mengantarkan beliau beramai-ramai ke tukang urut pada hari Rabu, 28 November 2007 sesudah Dzuhur atau sebelum Ashar. Siapa sangka, pesan itu adalah waktu yang ayah saya minta untuk mengantarkan beliau ke peristirahatan terakhirnya. (karena ayah saya menghembuskan nafas terakhirnya pada tanggal 27 November 2007 pukul 20.10 WIB)

Beliau juga berpesan bahwa tidak ada satupun keluarganya yang boleh menangis. Dan anehnya, pesan tersebut seolah harus ditepati. karena kenyataannya, kami menangis hanya pada waktu malam ayah saya menghembuskan nafas terakhirnya. Esoknya, satu pun dari anggota keluarga saya tidak ada yang meneteskan air matanya. Aneh bukan? pesan itu benar-benar seperti sihir yang menghipnotis seluruh anggota keluarga saya.......

Setelah kepergiannya, saya baru sadar bahwa ayah saya adalah benar-benar sosok yang hebat. Kakak perempuan saya menemukan RPUL (Rangkuman Pengetahuan Umum Lengkap) milik ayah saya yang amat tebal yang diketik sendiri menggunakan mesin tik. Dimulai dari plat nomor seluruh Indonesia, Nama-nama kepanjangan serta singkatan, serta beragam ilmu pengetahuan sosial lengkap tersusun pada artikel yang ayah saya buat. Berdasarkan tebalnya, mungkin jumlah halaman RPUL handmade tersebut memiliki setidaknya 100 halaman (lebih). 

wah wah..... pantas saja ayah saya mampu menjawab segala jenis pertanyaan yang ditanyakan oleh anak-anaknya.....

Saya belajar dari ayah saya, saya belajar untuk menyimpan berkas-berkas berharga yang saya miliki pada satu tempat agar tidak tercecer layaknya yang ayah saya lakukan. Saya belajar banyak hal dari ayah saya, sangat amat banyak.
Saya belajar untuk mampu menjadi sosok orangtua di masa depan seperti ayah saya, yang selalu bisa menjawab keluhan anak-anaknya dan yang selalu menempatkan dirinya sebagai teman untuk anak-anaknya. 

Wah, kenangan tersebut benar-benar indah. Wajar dong, jika saya juga ingin memiliki sosok suami seperti ayah saya hehhehehe.......

Anyway, ayah saya juga selalu menyogok saya dengan snack-snack enaaakk dan mahal setiap kali anak-anaknya selesai menangis. Sebagai contoh, setelah saya diajarkan matematika seperti yang saya jelaskan diatas, saya disuguhi dengan makanan ringan yang mengguggah perut dan hati hahahaha...... bahkan jika saya harus melakukan hal yang tidak saya sukai saya juga akan disogok dengan makanan kecil seperti itu. Seperti pada waktu saya ketakutan saat mau melakukan tes golongan darah..... anak kecil mana coba yang ga takut jarum suntik nyahahahaha............

Sogokan tersebut juga berlaku saat ayah saya mengajari agama pada anak-anaknya. Saya belajar berpuasa dari semenjak saya duduk di bangku taman kanak-kanak. Kami diiming-imingi dengan THR yang besar bagi siapa saja yang bisa berpuasa sampai Ramadhan berakhir. Hasilnya adalah, kami anak-anaknya sudah mampu melakukan puasa dengan full dari matahari terbit sampai matahari tenggelam saat duduk di bangku kelas 1 Sekolah Dasar. Hebat bukan? hehehehe. . . . ..  . . . . 
Saya juga sudah mampu membaca tanpa mengeja saat saya duduk di bangku kelas 1 Sekolah Dasar, hal itu disebabkan karena ayah selalu mencekoki kami untuk membaca dengan berlangganan salah satu majalah anak-anak terbagus saat itu.

ahhhh..... jika mau diungkapkan satu persatu, saya rasa kenangan bersama ayah saya akan menghasilkan halaman yang sama banyaknya dengan halaman pada satu buah novel. Betapa banyaknya kenangan indah bersama beliau, walaupun kami hanya diberikan waktu yang singkat untuk berkumpul bersama beliau.

Ayah. . . . . kami merindukanmu
Ayah. . . . . bahagianya memiliki orangtua sepertimu
Ayah. . . . . Ayah sangat tegas dan keras, tapi kami bahagia
Ayah. . . . . maaf karena ayah belum sempat mencicipi hasil kerja kami saat ini dan kelak
Ayah. . . . . I Love You
Ayah. . . . .sampai bertemu kembali kelak di tempat yang lebih indah dari saat kita berkumpul di dunia


Ayah. . . . . tetap awasi kami ya dari kejauhan ^^

Salam Hangat

Anak-anakmu yang telah dewasa.